KAJIAN PROBLEMATIKAPENDIDIKAN TINGGIDITENGAH PANDEMICOVID-19
- bem ibs
- 29 Jun 2020
- 3 menit membaca

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN TINGGI SWASTA
DI TENGAH PANDEMI COVID-19
Memperhatikan kondisi pandemi COVID-19, Sejumlah perguruan tinggi
memberlakukan perkuliahan daring bagi mahasiswanya hingga berakhirnya
semester genap Tahun Ajaran 2019/2020. Berlakunya kebijakan ini maka ujian
tengah semester, ujian akhir semester, praktikum, bimbingan dan seminar tugas
akhir juga akan dilakukan secara daring. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
kemudian menindaklanjuti Surat Edaran Kemendikbud melalui Surat Edaran No. 302/E.E2/KR/2020 perihal Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan
Tinggi. Dalam surat tersebut Plt. Direktur Jenderal Dikti Nizam menghimbau
perguruan tinggi untuk memantau dan membantu kelancaran mahasiswa dalam
melakukan pembelajaran dari rumah. Perguruan tinggi juga diminta melakukan
penghematan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang diperoleh
selama diimplementasikannya study from home. Biaya tersebut dapat
digunakan untuk membantu mahasiswa lewat subsidi pulsa koneksi
pembelajaran daring, bantuan logistik, dan kesehatan bagi yang membutuhkan. Hal ini diperkuat dengan statement Nizam yang mengatakan sedang melakukan
refocussing anggaran untuk dialihkan menjadi anggaran dalam mengahadapi
COVID-19. Perguruan tinggi diminta melakukan upaya kreatif untuk membantu
meringankan mahasiswa terutama dari kelompok ekonomi lemah melalui subsidi
pulsa, logistik, dan sebagainya. Namun nyatanya sistem pembelajaran daring tidak semudah yang dibayangkan, berbagai masalah muncul mulai dari masalah kualitas jaringan, jadwal yang tidak beraturan, tugas atau kuis yang menumpuk, kefektifan
pemberian materi, hingga kebutuhan paket data yang tidak sedikit untuk
mengakses plataform perkuliahan daring. Sangat disayangkan ditengah kondisi
krisis semacam ini perekonomian mahasiswa atau orang tua harus tambah
terbebani oleh besarnya biaya kuota internet, ditambah dengan kondisi ekonomi
orang tua mahasiswa yang merosot tajam akibat dari pandemi COVID-19. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang dikeluarkan oleh
pemerintah mengharuskan masyarakat untuk tidak keluar rumah yang membuat
perekonomian Indonesia turun drastis, otomatis hal ini juga menyebabkan
perekonomian orang tua mahasiswa menurun. Selama pandemi COVID-19 sudah
ada 2.084.539 pekerja di Indonesia yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) dan dirumahkan. Maka angka ini menunjukkan tidak sedikit orang tua
mahasiswa yang telah kehilangan atau mengalami penurunan pengahasilan. Berdasarkan survei yang telah Aliansi BEM Seluruh Indonesia lakukan sebanyak
83,4% mahasiswa Indonesia mengalami perubahan atau penurunan pendapatan
orang tua selama pandemi COVID-19. Kemudian sebanyak 76,9% mahasiswa
tidak mempunyai jaminan untuk membayar biaya kuliahnya di semester depan.
ketika dihadapkan pada permasalahan keterpurukan ekonomi mahasiswa serta
durasi perkuliahan normal yang hanya berlangsung singkat. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menyebutkan 50
persen mahasiswanya yang terdiri dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di
Indonesia yang mencapai 4.520 kampus diperkirakan tidak akan sanggup
membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) akibat dari pandemi COVID
19. Masalah lainya adalah bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi mereka
mengalami kesulitan untuk melakukan riset lapangan dan kesulitan melakukan
bimbingan. Sehingga mereka terhambat untuk lulus tepat waktu. Sehingga kondisi
ini juga bisa menambah jumlah mahasiswa yang drop out. Jangan sampai karena
keengganan para stakeholder dan pihak kampus untuk merealisasikan
pembebasan atau relaksasi biaya kuliah membuat angka putus kuliah di Indonesia
semakin meningkat. Adanya keluhan mahasiswa akibat situasi COVID-19
membuat pemangku kepentingan di perguruan tinggi swasta bersama stakeholders
terkait perlu melalukan suatu diskresi kebijakan. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa
Indonesia Banking School (BEM IBS) terhadap 282 responden yang terdiri dari
227 mahasiswa kelas regular pagi dan 55 mahasiswa regular sore, hasilnya 97,8%
uang semester mahasiswa hanya berasal dari penghasilan orang tua, disisilain
hasil riset yang dilakukan menunjukan 44% pekerjaan orang tua mahasiswa
merupakan sektor wiraswasta yang terdampak COVID-19, yang tentunya hal itu
akan menghambat proses pembayaran uang semester.
Dalam hal ini solusi jangka pendek yang dapat diambil oleh perguruan tinggi
membuat suatu kebijakan, sesuai arahan dari Plt. Dirjen Dikti Prof. Nizam, bahwa
perguruan tinggi dapat mengambil kebijakan penundaan biaya kuliah, pencicilan
biaya kuliah, pemotongan biaya kuliah, serta memberikan suatu beasiswa
terhadap mahasiswa yang membutuhkan. Hal ini dilakukan agar angka putus
kuliah di setiap perguruan tinggi tidak mengalami kenaikan, karena mahasiswa
saat ini sangat menggantungkan nasibnya di tengah pandemi COVID-19. Dalam diskusi yang dilaksanakan pada Sabtu, 6 Juni 2020 Prof. Nizam juga
mengatakan bahwa perguruan tinggi tidak boleh memaksakan mahasiswa untuk
membayar diluar kemampuan ekonomi orang tua atau melampaui kesanggupan
dalam hal ekonomi. Kami memahami tidak semua anggaran perguruan tinggi
dapat di realokasi untuk kondisi saat ini. Beberapa anggaran yang tidak berubah
dari alokasi awalnya sangat diperlukan agar tidak terjadi collapse. Saat ini adalah saat paling tepat untuk para pemegang kekuasaan perguruan
tinggi untuk mendengar suara mahasiswa. Perguruan tinggi harus menjamin
bahwa tidak ada mahasiswa yang putus kuliah ditengah pandemi COVID-19. Hal
ini bukan perkara uang semester, tapi juga perkara kemanusiaan. Bijaknya
memang perguruan tinggi tidak mengambil keuntungan atau merencanakan
pembangunan dalam waktu dekat. Melihat keadaan yang ada, tidak elok rasanya
tetap memaksakan mahasiswa membayar dengan penuh. Di titik ini, logika
kapitalisme harus dikesampingkan dan mengedepankan kemanusiaan,
āStanding Pointā
Kami atas nama Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia Banking School
mendesak Ketua IBS untuk mengambil peran secara strategis dalam
menaggulangi dampak COVID-19 kepada mahasiswa. Mahasiswa menunggu
kebijaksanaan Ketua IBS di situasi wabah yang semakin mengkhawatirkan. Maka
dari itu, BEM IBS menyatakan sikap:
1. Menuntut STIE Indonesia Banking School menjamin tidak ada
mahasiswa putus kuliah yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam
membayar uang kuliah.
2. Menuntut STIE Indonesia Banking School melakukan realokasi
anggaran biaya kuliah dan pos anggaran lain di kampus untuk
menanggulangi dampak COVID-19 kepada mahasiswa.
Comments