top of page
  • Instagram
  • YouTube

KAJIAN PROBLEMATIKAPENDIDIKAN TINGGIDITENGAH PANDEMICOVID-19

  • Gambar penulis: bem ibs
    bem ibs
  • 29 Jun 2020
  • 3 menit membaca

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN TINGGI SWASTA

DI TENGAH PANDEMI COVID-19


Memperhatikan kondisi pandemi COVID-19, Sejumlah perguruan tinggi

memberlakukan perkuliahan daring bagi mahasiswanya hingga berakhirnya

semester genap Tahun Ajaran 2019/2020. Berlakunya kebijakan ini maka ujian

tengah semester, ujian akhir semester, praktikum, bimbingan dan seminar tugas

akhir juga akan dilakukan secara daring. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

kemudian menindaklanjuti Surat Edaran Kemendikbud melalui Surat Edaran No. 302/E.E2/KR/2020 perihal Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan

Tinggi. Dalam surat tersebut Plt. Direktur Jenderal Dikti Nizam menghimbau

perguruan tinggi untuk memantau dan membantu kelancaran mahasiswa dalam

melakukan pembelajaran dari rumah. Perguruan tinggi juga diminta melakukan

penghematan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang diperoleh

selama diimplementasikannya study from home. Biaya tersebut dapat

digunakan untuk membantu mahasiswa lewat subsidi pulsa koneksi

pembelajaran daring, bantuan logistik, dan kesehatan bagi yang membutuhkan. Hal ini diperkuat dengan statement Nizam yang mengatakan sedang melakukan

refocussing anggaran untuk dialihkan menjadi anggaran dalam mengahadapi

COVID-19. Perguruan tinggi diminta melakukan upaya kreatif untuk membantu

meringankan mahasiswa terutama dari kelompok ekonomi lemah melalui subsidi

pulsa, logistik, dan sebagainya. Namun nyatanya sistem pembelajaran daring tidak semudah yang dibayangkan, berbagai masalah muncul mulai dari masalah kualitas jaringan, jadwal yang tidak beraturan, tugas atau kuis yang menumpuk, kefektifan

pemberian materi, hingga kebutuhan paket data yang tidak sedikit untuk

mengakses plataform perkuliahan daring. Sangat disayangkan ditengah kondisi

krisis semacam ini perekonomian mahasiswa atau orang tua harus tambah

terbebani oleh besarnya biaya kuota internet, ditambah dengan kondisi ekonomi

orang tua mahasiswa yang merosot tajam akibat dari pandemi COVID-19. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang dikeluarkan oleh

pemerintah mengharuskan masyarakat untuk tidak keluar rumah yang membuat

perekonomian Indonesia turun drastis, otomatis hal ini juga menyebabkan

perekonomian orang tua mahasiswa menurun. Selama pandemi COVID-19 sudah

ada 2.084.539 pekerja di Indonesia yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) dan dirumahkan. Maka angka ini menunjukkan tidak sedikit orang tua

mahasiswa yang telah kehilangan atau mengalami penurunan pengahasilan. Berdasarkan survei yang telah Aliansi BEM Seluruh Indonesia lakukan sebanyak

83,4% mahasiswa Indonesia mengalami perubahan atau penurunan pendapatan

orang tua selama pandemi COVID-19. Kemudian sebanyak 76,9% mahasiswa

tidak mempunyai jaminan untuk membayar biaya kuliahnya di semester depan.


ketika dihadapkan pada permasalahan keterpurukan ekonomi mahasiswa serta

durasi perkuliahan normal yang hanya berlangsung singkat. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menyebutkan 50

persen mahasiswanya yang terdiri dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di

Indonesia yang mencapai 4.520 kampus diperkirakan tidak akan sanggup

membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) akibat dari pandemi COVID

19. Masalah lainya adalah bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi mereka

mengalami kesulitan untuk melakukan riset lapangan dan kesulitan melakukan

bimbingan. Sehingga mereka terhambat untuk lulus tepat waktu. Sehingga kondisi

ini juga bisa menambah jumlah mahasiswa yang drop out. Jangan sampai karena

keengganan para stakeholder dan pihak kampus untuk merealisasikan

pembebasan atau relaksasi biaya kuliah membuat angka putus kuliah di Indonesia

semakin meningkat. Adanya keluhan mahasiswa akibat situasi COVID-19

membuat pemangku kepentingan di perguruan tinggi swasta bersama stakeholders

terkait perlu melalukan suatu diskresi kebijakan. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa

Indonesia Banking School (BEM IBS) terhadap 282 responden yang terdiri dari

227 mahasiswa kelas regular pagi dan 55 mahasiswa regular sore, hasilnya 97,8%

uang semester mahasiswa hanya berasal dari penghasilan orang tua, disisilain

hasil riset yang dilakukan menunjukan 44% pekerjaan orang tua mahasiswa

merupakan sektor wiraswasta yang terdampak COVID-19, yang tentunya hal itu

akan menghambat proses pembayaran uang semester.


Dalam hal ini solusi jangka pendek yang dapat diambil oleh perguruan tinggi

membuat suatu kebijakan, sesuai arahan dari Plt. Dirjen Dikti Prof. Nizam, bahwa

perguruan tinggi dapat mengambil kebijakan penundaan biaya kuliah, pencicilan

biaya kuliah, pemotongan biaya kuliah, serta memberikan suatu beasiswa

terhadap mahasiswa yang membutuhkan. Hal ini dilakukan agar angka putus

kuliah di setiap perguruan tinggi tidak mengalami kenaikan, karena mahasiswa

saat ini sangat menggantungkan nasibnya di tengah pandemi COVID-19. Dalam diskusi yang dilaksanakan pada Sabtu, 6 Juni 2020 Prof. Nizam juga

mengatakan bahwa perguruan tinggi tidak boleh memaksakan mahasiswa untuk

membayar diluar kemampuan ekonomi orang tua atau melampaui kesanggupan

dalam hal ekonomi. Kami memahami tidak semua anggaran perguruan tinggi

dapat di realokasi untuk kondisi saat ini. Beberapa anggaran yang tidak berubah

dari alokasi awalnya sangat diperlukan agar tidak terjadi collapse. Saat ini adalah saat paling tepat untuk para pemegang kekuasaan perguruan

tinggi untuk mendengar suara mahasiswa. Perguruan tinggi harus menjamin

bahwa tidak ada mahasiswa yang putus kuliah ditengah pandemi COVID-19. Hal

ini bukan perkara uang semester, tapi juga perkara kemanusiaan. Bijaknya

memang perguruan tinggi tidak mengambil keuntungan atau merencanakan

pembangunan dalam waktu dekat. Melihat keadaan yang ada, tidak elok rasanya

tetap memaksakan mahasiswa membayar dengan penuh. Di titik ini, logika

kapitalisme harus dikesampingkan dan mengedepankan kemanusiaan,


ā€œStanding Pointā€


Kami atas nama Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia Banking School

mendesak Ketua IBS untuk mengambil peran secara strategis dalam

menaggulangi dampak COVID-19 kepada mahasiswa. Mahasiswa menunggu

kebijaksanaan Ketua IBS di situasi wabah yang semakin mengkhawatirkan. Maka

dari itu, BEM IBS menyatakan sikap:

1. Menuntut STIE Indonesia Banking School menjamin tidak ada

mahasiswa putus kuliah yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam

membayar uang kuliah.

2. Menuntut STIE Indonesia Banking School melakukan realokasi

anggaran biaya kuliah dan pos anggaran lain di kampus untuk

menanggulangi dampak COVID-19 kepada mahasiswa.

Ā 
Ā 
Ā 

Comments


BEM IBS

Jalan Kemang Raya No.35, RT.7/RW.1, Bangka, Mampang Prapatan, RT.6/RW.1, Bangka, Kec. Mampang Prpt., Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12730

​

bem.ibs@ibs.ac.id

​

  • Instagram
  • YouTube

Ada Keperluan? Hubungi Kami Melalui

Thanks for submitting!

© 2023 by STEM Camp. Proudly created with Wix.com

bottom of page